Sunday, May 6, 2012

HUBUNGAN LATAR CERPEN DENGAN REALITAS SOSIAL


 Bentuk-bentuk Karya sastra


Menurut bentuknya, kesusastraan dibagi menjadi:

1.Puisi
Puisi adalah hasi cipta manusia yang terdiri atas satu atau beberapa lari (baris) yang memperlihatkan pertalian makna dan membentuk bait.
Keidahan puisi terletak pada persamaan bunyi (rima, sajak) dan iramanya.
Berdasarkan zamannya, puisi dapat dibagi menjadi:

1)Puisi Lama
Puisi lama ialah puisi yang sifatnya masih asli dan belum mendapat pengaruh dari barat.
Puisi lama meliputi: mantra, pantun, syair, bidal dan talibun.
(akan dibahas sendiri klik di arsip)

2)Puisi Baru
Puisi baru ialah puisi yang isi, bentuk, dan iramanya telah berubah dan isinyapun lebih luas dan lebih lincah.
Berdasarkan jumlah barisnya, puisi baru terbagi menjadi:
a.Distikhsan atau sajak dua seuntai
b.Terzina atau sajak tiga seuntai
c.Kuantren atau sajak empat seuntai
d.Kuint atau sajak lima seuntai
e.Sektet atau sajak enam seuntai
f.Septina atau sajak tujuh seuntai
g.Okta/stanza atau sajak 8 seuntai
h.Soneta sajak yang terdiri dari empat baris dan empat bait.
Umumnya berpola 4-4-3-3

2.Prosa
Prosa adalah jenis karya sastra yang menggunakan bahasa yang panjang, bebas, rinci dalam teknik pengungkapannya.
Berdasarkan zamannya prosa dikelompokkan menjadi dua:
1)Prosa Lama
Prosa lama terdiri atas:
a.Hikayat
b.Cerita-cerita panji
c.Cerita berbingkai
d.Tambo
e.Dongeng  
 2) Prosa baru
Prosa baru terdiri atas cerita rekaan (fiksi) dan prosa yang non fiksi (berisi fakta)
a.Cerita rekaan meliputi
-Roman
-Novel
-Cerpen
b.Prosa nonfiksi meliputi:
*Biografi
*Kritik
*Esai


3.Drama
Drama adalah karya yang ditulis dalam bentuk percakapan (dialog) yang dipertunjukkan oleh tokoh-tokoh di atas pentas. Drama digolongkan ke dalam beberapa bagian, yaitu drama dalam bentuk tertulis dan drama yang dipentaskan. Naskah drama biasanya mempergunakan kalimat-kalimat langsung yang lengkap dengan penjelasan tentang sikap, gerakan, latar, dan cara pengungkapan kalimat yang harus dilakukan para pelakunya.

Unsur-unsur drama yang membanru dalam pementasan, sebagai berikut:
1.Babak adalah bagian dari lakon drama.
2.Adegan adalah bagian dari pertunjukkan drama.
3.Prolog adalah kata pengantar atau pendahuluan sebuah lakon.
4.Dialog adalah percakapan di antara para pelaku atau pemain dalam sebuah pementasan.
    1.Monolog adalah percakapan diantara para pelaku.
    2.Epilog adalah kata penutup yang mengakhiri sebuah pertunjukkan drama.
    3.Mimik adalah eksperesi raut wajah pemain untuk memberi gambaran emosi yang sesuaidengan alasan cerita

Jenis-jenis drama:
1.Tragedi drama yang diwarnai kesedihan.
2.Komedi ialah drama yang diwarnai kegembiraan (lucu)
3.Tragedy-komedi ialah drama yang lucu dan sedih
4.Pantonim ialah drama yang hanya menampilkan mimic dan gerak

HUBUNGAN LATAR/SETTING CERPEN DENGAN REALITAS SOSIAL


CERPEN adalah cerita pendek yang bersifat rekaan, tetapi logis atau masuk akal. Cerpen dibangun dari beberapa unsur: tokoh, watak, alur (plot), latar (setting), dan sudut pandang.
***
          “Bagaimana cara menghubungkan antara latar dengan realitas social?
Bacalah cerpen “Berenang Phobia”  berikut !

Berenang Phobia

           “Ayo, Zeni. Asyik, kok. Nggak dalem. Beneran, deh.” Rens berteriak memanggilku mencoba meyakinkan aku kaluau kolam itu tak dalam. Tetap saja aku takut berenang. Aku takut tenggelam.” Aku seperti anak-anak yang hanya berani berenang di bak mandi. Saat ini usiaku 17 tahun. 7 tahun lamanya aku takut berenang.
           “Ayolah, Zeni. Temani aku berenang…!”
Aku geleng-geleng kepala. Kejedian tujuh tahun lalu muncul kembali.

7 tahun yang lalu…
         “Papa…..a… Mama…a….Kakak….” aku berteriak sekuat tenaga berharap ada yang menolongku. Aku hampir tenggelam. Napasku mulai sesak.
        “Toloooong, papa…..mama…..toloooong…kakak…..” aku berteriak untuk yang terakhir kali sampai akhirnya semua menjadi sunyi dan gelap.
***
        Aku tersadar dari kejadian silam. Kuhapus keringat di wajahku dengan handuk kecilku.
       “Rentz, aku pulang duluan, ya.” Kulambaikan tanganku kea rah Rents yang masih asyik berenang.
       “Zeni, tunggu aku. Kita barenang pulangnya.” Rentz segera keluar dari air ketika melihat aku mulai beranjak. Aku mengambil tasku di loker penitipan sambil menunggu Rentz berganti pakaian.
       “Oke, ayo kita cabut.” Rentz menepuk pundakku. Aku menoleh ke arahnya yang tampak cerita. Senyum Rentz sangat manis.
Aku bangkit dan segera beranjak menghampiri Rentz.
      “Maaf Zen tadi aku memaksamu untuk menemaniku berenang. Kamu marah, ya?”
Aku geleng kepala.
     “Aku hanya ingin mengembalikanmu speti dulu. Zeni yang suka berenang. Zeni yang pernah dapat juara 3 lomba berenang.” Rentz mencoba memberiku semangat.
     “Aku tau kejadian itu masih menghantuimu sehingga membuatmu trauma. Sampai kapan kau akan seperti ini? Kata dokter traumamu bisa pulih jika kamu berusaha bangkit dari rasa takutmu.”
***
       Kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Pikiranku melayang. Entah akan berlabuh kemana. Batinku tak tenang ketika kejadian itu mulai muncul. Kalimat Rents tadi menghantui pikiranku.
      “Apa aku bisa?" Kupejamkan mataku yang sudah mulai lelah hingga akhirnya aku terlelap.
       “Papa…….mama…a….. toloooong…..Kakaka……tolooong….”
Aku mulai gelisah. Teriakan itu membuat batinku tak tenang dalam alam tak sadarku. Teriakan itu mulai jelas.
     “Papa…a….mama…..tolooooooong….kak Zeni….i…i…”
Aku tersentak kaget. Aku tersadar dari alam tidurku. Memori otakku kembali normal. Teriakan itu sangat jelas. Itu adalah suara Dina, adik bungsuku yang berusia 6 tahun.
Aku segera berlari mencari sumber suara. Saat itu papa dan mama belum pulang dari kantor. Kak Dito belum pulang sekolah. Jadi hanya ada aku, adik, dan bibi.
Tepet di kolam renang. Kulihat Dina timbul tenggelam sambil menepuk-nepuk air berusaha berenang. Kejadian 7 tahun lalu muncul kembali. Aku terpaku diam, kaku tak mampu berkata.
    “Kak Zeni tolong!” psuara itu mulai lemas dan sepi. Tak lagi kulihat Dina di sana. Tanpa sadar aku langsung terjun dan menarik tubuh Dina ke tepian kolam. Aku mengangkat tubuh adikku yang sudah terbujur kaku. Denyutnya lemah. Sekujur tubuhnya pucat
      “Adik….bangun….dik, bangun sayaaaang… kak Zeni sudah ada di dekat adik. Kakak sayang sama Dina. Jangan tinggalin kakak”
Aku menggoyang-goyang tubuh Zeni. Tak ada reaksi. Aku menyesal telah membiarkan Dina tenggelam
      “Mamaaaaaa…..” aku berteriak. Sepi dan semua menjadi gelap. Aku tak sadarkan diri.
***
Aku membuka mataku. Menatap mengitari sekeliling ruangan. Aku sudah berada di kamarku. Kulihat papa, mama, dan Kak Dito di dekatku. Mereka menangis. Aku kembali mengingat kejadian sebelumnya.
     “Dina…..” aku menangis perih.
“Iya, kak. Dina di sini. Dina juga sayang sama kakak.” Dina tiba-tiba muncul dari pintu kamarku. Kulihat wajahnya masih pucat. Ia berjalan ke arahku dan memelukku hangat.
     “Syukurlah… kakak tak akan sanggup jika harus kehilanganmu.”
        "Sudah baca ceritanya, kan? nah, kalau udah, simak penjelasan berikut ini!"

Hubungan latar/setting cerpen "Berenang Phobiadengan realitas sosial:
              Latar/setting yang ada jika dikaitakn dengan keadaan sosial pada saat itu bahwa pada umumnya orang yang pernah mengalami kejadian buruk dalam dirinya akan mengalami trauma sehingga membuat orang tersebut sulit berinteraksi dengan lingkungan yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Terkadang membuat orang tersebut menjadi minder. Hal ini memberi gambaran tentang keadaan sosial yang dialami seseorang yang mengalami trauma dan sulit berinteraksi dengan orang di sekelilingnya yang berhubungan dengan peristiwa buruk tersebut.
Bacalah cerita “Aku Seorang Pengecut” berikut !

Aku Seorang Pengecut

Aku terus mengengkol sepedaku dengan kencang. 10 menit lagi pukul 7. Jika aku tak mengengkol sepedaku dengan laju, maka aku akan terlambat. Waktu yang ditempuh dari tempatku saat ke sekolah memakan waktu 15 menit. 10 menit lagi bel masuk berbunyi.
Keadaan di jalan raya sangat padat. Lalu lalang kendaraan tak henti-hentinya. Beragam macam karakter orang yang berlalu lalang. Akhirnya, aku tiba di perempatan jalan.
“Mampus aku. Lampu merah pula. Gawat waktuku terbuang.” Aku semakin kesal.
Di pinggir jalan kulihat seorang kakek tua ditodong oleh 2 orang perampok. Mereka yang berlalu lalang di sekitar kejadian pura-pura tak melihat. Aku ingin menolong kakek itu, tetapi…… lampu hijau tiba-tiba menyala.
Aku segera memacu sepedaku lebih laju lagi. Kuurungkan niatku menolong. Aku takut dihukum guru karena terlambat. Entah bagaimana nasib si kakek. Aku mencoba melupakannya. Anggap saja aku tak melihat kejadian itu.
Aku tiba di sekolah tepat pukul 7. Untunglah tak terlambat. Luar biasa….aku mampu memacu sepedaku dengan kencang.
“Robert, cepat berlari! Gerbang akan segera ditutup. “Teriak satpam.
Aku berlari ngos-ngosan. Setiba di kelas, aku bernapas lega karean guru jam pertama belum masuk ke kelas.
Teng…teng…teng…
Bel istirahat berbunyi. Kulihat Mona menenteng tasnya sambil menangis. Aku menghampirinya.
“Mau kemana, Mon?” tanyaku penasaran. Mona ini sahabat karibku sejak TK. Kami berteman sangat akrab.
“Aku dijemput papaku, Bert. Kata papa kakekku masuk RS Antonius karena kepalanya terbentur di aspal. Pagi tadi kakek diserang 2 orang perampok. Kakek memberontak, sehingga terjadi tarik menarik. Kakek akhirnya terjatuh dan terhempas di aspal.
Sejenak aku terdiam. Apa mungkin kakek tadi adalah kakek Mona?
“Di mana kejadiannya?” tanyaku untuk memastikan.
“Di perempatan jalan sekitar jam 7 kurang.”
Aku tertunduk lesu. Ternyata, aku seorang pengecut.
“Kakek itu, kakek sahabatku Mona. Maafkan aku Mona.”

Latar/ setting yang ada dalam cerita “Aku Seorang Pengecut” dikaitkan dengan keadaan sosial pada saat itu bahwa hubungan kekerabatan masyarakat perkotaan tidak kuat sehingga membuat orang-orang tidak saling peduli. Mereka hanya peduli dengan orang-orang terdekat seperti hubungan keluarga, teman, rekan sekerja saja, dan orang lain yang dikenal. Berbeda dengan di desa, hubungan kekerabatan antar anggota masyarakat sangat kuat. Hidup saling tolong, bergotong royong, dan saling peduli dengan keadaan yang lain. Dalam cerita dijelaskan keadaan jalan raya sangat ramai, kemudian ada orang yang berlalu lalang melihat si kakek yang dihadang oleh komplotan perampok, tetapi mereka pura-pura tidak melihat. Hai itu merupakan gambaran keadaan sosial masyarakat di perkotaan.